Selamat pagi, Jakarta.
Selamat pagi kota penuh berita. Kota yang tidak pernah memejamkan mata, kota yang menyesakkan dada. Tidak pernah sekalipun aku membencimu. Namun, tidak pula menjadi kota tercintaku. Hanya sering aku merindu dengan segala peluh terengkuh.
Berita tersebar dengan cepat di kala matahari malu-malu memamerkan kehangatan. Cerita terurai dengan tiap lembar media yang tertuliskan. Setiap warganya berlomba-lomba bangun pagi, menyapa embun subuh. Beberapa terbangun karna sapaan mentari, menyambut hari dengan perasaan yang jenuh.
Aku sempat mulai tidak menikmati hari-hari yang kau suguhkan. Meski pasti aku akan sangat merindukan. Bukan pula jenuhku menjadi alasan, tidak pula ada kebosanan, bahkan jika kau sebut aku kesepian, bagaimana bisa aku merasakan kesepian apabila aku berkarib dengan kesendirian. Namun hari ini banyak orang berkata membuka halaman setelah semalam merayakan tahun baruan.
Apalah arti tahun baru jika hari masih tetap Senin sampai Minggu. Apalah arti resolusi ketika kita bisa menatanya setiap hari. Tahun baru hanya berbeda pada satu angka selama 365 hari. Sedangkan hari ke hari akan berganti tanggal, setiap 24 jam sekali. Oh, manusia... seringkali melupakan hari kemarin dengan mudahnya, namun selalu sok mengingat segala kesalahan selama setahun sebelumnya. Bahkan dalam hitungan jam, melenyapkan kesalahan seperti mata kita terpejam.
Jakarta, apa lagi yang akan kau perlihatkan, apa lagi yang ingin kau suguhkan? Gemerlapan malam yang tidak mengenal kasihan? Aku selalu menantikan kejutan.
No comments:
Post a Comment