Ini bukan surat terbuka atau post anonim yang sekarang sedang heboh saling berlomba muncul di permukaan untuk kampanye. Aku sekedar menulis sebagaimana biasanya aku mengepost di blog.
Aku juga bukan akan menjatuhkan siapapun yang maju capres kali ini. Post ini hanya akan menjadi tulisan yang melengkapi huru-hara cerita pemilihan presiden. Bukan pula post yang mengarah pada politik, karna termasuk warga yang rajin mengamati politik pun aku tidak. Ini hanya akan menjadi tulisan yang disampaikan oleh seorang pegawai swasta baru, yang makan dengan gaji rendah dan akan mudah dilupakan. Yang menginginkan negerinya semakmur Luxembourg, seaman Selandia Baru, senyaman dan serukun Swiss.
Capres 1, adalah mantan militan yang sudah terdidik dengan baik untuk menjadi seorang leader. Tertempa untuk memiliki mental sekuat baja. Terlatih untuk mampu membela diri dari mara bahaya. Terbiasa berbicara di depan anggota bahkan masyarakat banyak. Terasah otaknya untuk berintelijensi tinggi. Itu semua di luar dari perdebatan sejarah tentangnya, atau siapa orang di belakang si cawapresnya.
Capres 2, adalah seorang pengusaha. Yang membawa salam kedamaian seantero nusantara. Yang mungkin bisa dikatakan kalah kharisma atau aura seperti pejabat-pejabat semestinya. Adalah mantan walikota kesayangan dari kota asalku, Solo. Kemudian kami harus berbagi dengan warga Jakarta dan rela dia menjabat serta mengemban tugas Gubernur DKI. Ini pun di luar dari yang diribut-ributkan semua orang, tentang siapa saja orang dan negara yang di belakangnya, atau tugas yang belum rampung namun ditinggalkan. Terima saja kritik, mungkin ada hal baik.
Ini tentang masing-masing calon presiden. Wajar saja keduanya memiliki kekurangan. Toh mereka bukan Nabi. Namun bukan berarti pendukung dan timsesnya dapat semena-mena saling menjatuhkan dengan cara-cara bodoh dan kampungan. Saling menyapa dan tersenyum ketika berjumpa, tapi dengan teganya saling menusuk dari belakang. Berbelati dengan lidah. Mengadu doktrin dengan fiksi.
Hari ini, 9 Juli 2014. Kita diberikan hak untuk memilih, menyalurkan pilihan kita ke dalam kotak TPS. Hanya ada pilihan satu dan dua, namun cukup pelik untuk sekedar menusukkan paku ke kertas pilihan. Pertimbangan masing-masing individu tentang capres-capres ini beserta pasangannya pasti berbeda-beda. Termasuk aku yang dihantui pertanyaan, siapa yang harus aku pilih? Tapi sayang, ternyata suaraku hari ini harus masuk golput, karena pengurusan pemilu di hari H bagi warga perantau tidak semudah teorinya, cukup alot dan akhirnya, gagal.
Lalu, siapa yang akan aku pilih apabila kesempatan itu ada? Jujur bahkan H-1 aku belum tau harus memilih siapa di antara mereka. Karena, pada kenyataannya bukan para calon ini lah yang menjadi masalah, tapi apakah benar ada orang-orang yang berdiri sebagai pemain bidak catur di belakangnya? Bagaimana nasib negara ini setelahnya? Bagaimana nasib semua warga juga setelah pemilu capres? Gaji naik kah? Lebih baik kah perekonomian? Lebih sejahtera kah? Lebih aman kah? Blablablabla.. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul namun jawabannya pun kita belum tau. Hingga waktu aku menulis ini pun, siapa siapa dan siapa adalah pertanyaan besar. Labil? Memang. Bagi pendukung fanatik, tentunya jadi hal mudah untuk memilih. Tapi bagi orang seperti aku? Politik saja aku tidak paham betul.
Tidak munafik, Indonesia satu dan salam dua jari akan terngiang-ngiang mulai sekarang. Apa baiknya saling menjatuhkan, toh salah satu pasangan pun akan terpilih. Kalo capres yang kita dukung kalah pun, apa lanjut kita akan keluar Indonesia? Mengemban tugas menjadi Presiden bukan hal mudah. Mengapa kita harus menggunjing mencari titik negatif? Be smart. We live in democratic not liberal. We think, we decide, we choose.
So let's see, who's the winner!
Selamat menjalankan tugas, Bapak Presiden RI terbaru.
Ditunggu untuk aksi dan bukti, oleh kami WNI dimanapun kami menginjakkan kaki. :D
No comments:
Post a Comment